Sabtu, 22 November 2014

Buku Pedoman Penggunaan Insektisida dalam Pengendalian Vektor

Pedoman penggunaan insektisida ini memuat beberapa informasi yang berkaitan dengan pemilihan, pengelolaan insektisida, peralatan, tenaga pelaksana pengendalian vektor, aplikasi insektisida, pencegahan keracunan dan manajemen resistensi. Penggunaan insektiida untuk pengendalian vektor dapat berperan ganda yaitu mampu memutuskan rantai penularan penyakit, namun bila penggunaannya kurang bijak akan memberikan dampak negatif antara lain menimbulkan kematian organisme bukan sasaran, menimbulkan masalah lingkungan dan menimbulkan resistensi bagi vektor.

Jumat, 05 September 2014

Alternatif Pengendalian Vektor DBD dengan Ovitrap

Pengendalian vektor DBD lebih sering menggunakan pengendalian kimia khususnya fogging dibandingkan pengendalian secara fisik (PSN 3M Plus) atau biologi. Jika masyarakat sudah sering mengendalian jentik pada waktu PSN, sekarang ada alternatif lain untuk mengendalian telur nyamuk dengan menggunakan Ovitrap. Artikel dibawah ini menyandingkan berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam pengendalian vektor DBD khususnya dalam penggunaan ovitrap (pengendalian fisik/mekanis) dan autocidal ovitrap (fisik/mekanis dipadu dengan kimia). Semoga dapat diaplikasikan oleh seluruh lapisan masyarakat!

Autocidal Ovitrap : Alternatif Pengendalian Vektor DBD

Pengelolaan lingkungan atau mekanik yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat dalam mengendalikan vektor dengue adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M (menguras, menutup dan menimbun) tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti . Kegiatan PSN sudah lama dilaksanakan namun hasilnya masih kurang dari yang diharapkan.
 Alternatif lain dalam pengelolaan lingkungan dalam upaya kegiatan pencegahan penyakit DBD adalah dengan memasang suatu alat yang disebutOviposision trap (ovitrap). Alat ini pertama kali di kembangkan oleh Fay dan Eliason tahun 1966 , setelah itu Central for Diseases Control and Prevention (CDC) menggunakannya dalam kegiatan surveilans Ae aegyptiOvitrap standar terbuat dari tabung gelas plastik (350 mililiter), tinggi 91 milimeter dan diameter 75 milimeter dicat hitam bagian luarnya, diisi air tiga per empat bagian dan diberi lapisan kertas, bilah kayu, atau bambu sebagai tempat bertelur. Cara ini terbukti berhasil menurunkan densitas vektor di Singapura dengan memasang 2.000 ovitrap di daerah endemis DBD 1.
Beberapa penelitian terkait ovitrap membuktikan bahwa ovitrap cukup efektif dalam pengendalian vektor DBD.  Penelitian yang dilakukan  Zeichner & Perich (1999) yaitu dengan membuatlethal/autocidal ovitrap (perangkap nyamuk yang mematikan) pada ovistrip diberi insektisida, hasilnya secara signifikan dapat mengendalikan populasi nyamuk Ae. aegypti 2. Modifikasi ini juga dilakukan oleh Tokan (2008) dengan menggunakan insektisida Cypermethrin dengan konsentrasi 5% menggunakan metode lethal ovitrap dapat membunuh nyamuk serta menurunkan daya tetas telur Ae.aegypti sebesar 70% 3.
Selain itu modifikasi ovitrap menjadi autocidal ovitrap juga dilakukan oleh Sithiprasasna et al(2003) di Thailand dengan memasang kasa nilon pada permukaan air di ovitrap, hasilnya mampu mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti 4. Hal serupa juga dilakukan oleh Sayono (2008) di kota Semarang modifikasi ovitrap yang dilakukan berhasil menangkap nyamuk lebih banyak pada atraktan yang berisi air rendaman udang5. Begitu pula yang dilakukan oleh Umniyati (2004) di Kabupaten Bantul,Autocidal ovitrap juga berhasil menurunkan angka HI, CI dan meningkatkan ABJ 6.
Salah satu modifikasi ovitrap yaitu dengan menambahkan zat atraktan tertentu, hal ini terbukti meningkatkan jumlah telur yang terperangkap. Penggunaan atraktan dari beberapa studi memperlihatkan prospek yang cukup baik dalam memantau dan menurunkan kepadatan vektor DBD 7,8. Atraktan dapat berasal dari kandungan tanaman yang mudah ditemukan di sekitar masyarakat atau bahan lain yang mempunyai aroma yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur. Salah satu atraktan yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur adalah atraktan air rendaman jerami. Polson et al (2002) menggunakan atraktan air rendaman jerami dan membuktikan jumlah telur yang terperangkap delapan kali lipat dibandingkan ovitrap standar7. Hal serupa juga dilakukan oleh Santos et al (2003) dengan menggunakan air rendaman jerami 10% dan dikombinasikan dengan Bacillus thuringiensis var israelensis (Bti) terbukti jumlah telur yang terperangkap  lebih banyak 9. Penelitian Autocidal ovitrap di Kabupaten Gunungkidul juga menunjukkan hal yang sama, rerata nyamuk yang terperangkap padaautocidal ovitrap dengan atraktan rendaman jerami lebih besar dua kali lipat dibandingkan rerataautocidal ovitrap dengan air biasa10.
Penggunaan autocidal ovitrap belum populer di kalangan masyarakat secara luas dan belum banyak digunakan sebagai alat untuk pengendalian populasi nyamuk Ae. Aegypti. Penggunaan autocidal ovitrapdan jerami sebagai atraktan pada daerah-daerah pertanian di Indonesia dapat dijadikan solusi pengendalian vektor berbasis lokal pada daerah-daerah endemis DBD. Selain sebagai alat pengendali vektor, autocidal ovitrap juga berfungsi untuk mengumpulkan data monitoring kepadatan vektor dan adanya potensi penularan vertikal secara transovarial di suatu daerah1112. Bahkan penelitian Gama et al, (2007) di Brazil menunjukkan hasil  bahwa ovitrap lebih seinsitif daripada survey larva dalam mendeteksi keberadaan nyamuk Aedes sp 13, sehingga program pengendalian vektor terpadu dan deteksi dini penularan bisa dilakukan lebih cepat.  Mengatasi masalah dengan sumber daya lokal merupakan cirri Kesehatan Masyarakat.

 Artikel Lengkap Silahkan Download: Disini

REFERENSI
13.   Gama RA, Silva EM, Silva IM, Resende MC, Eiras ÁE. Evaluation of the sticky MosquiTRAP™ for detecting Aedes (Stegomyia) aegypti (L.) (Diptera: Culicidae) during the dry season in Belo Horizonte, Minas Gerais, Brazil. Neotropical Entomology. 2007 2007/04//;36(2):294-302.

Kamis, 17 Juli 2014

Pestisida Terdaftar dan Diijinkan

Dalam memilih insektisida dalam pengendalian vektor tentunya harus pintar memilih insektisida yang termasuk pestisida terdaftar dan diijinkan beredar di Indonesia. Berikut daftar Pestisida Terdaftar dan Diijinkan di Ditjen PSP (Prasarana & Sarana Pertanian) Kementerian Pertanian :

Rabu, 02 Juli 2014

MALARIA - SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh manusia dan nyamuk anopheles :


SIKLUS HIDUP NYAMUK

Mengetahui video siklus hidup nyamuk biar hati terketuk untuk PSN 3plus :


TV SPOT PSN CEGAH DBD

TV Spot tentang PSN cegah DBD "Mari Lakukan PSN secara serentak" mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan PSN plus plus plus... secara serentak dan rutin.


Video Siklus Hidup Nyamuk

Dalam memaknai PSN, masyarakat diajak tahu tentang siklus hidup nyamuk sehingga akan muncul kesadaran sendiri dalam melakukan PSN di tempat tinggalnya & sekitarnya.


Senin, 30 Juni 2014

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ARBOVIROSIS

Slide ini disampaikan oleh Subdit Arbovirois Direktorat PPBB Dirjen PPPL Kemenkes pada Pertemuan Evaluasi Arbovirosis 2013 Kab/Kota se-Jawa Barat bulan Mei 2014:
 

Kamis, 26 Juni 2014

KOMPILASI PUBLIKASI ILMIAH MALARIA INDONESIA

Kompilasi Publikasi Ilmiah Malaria di Indonesia terdiri atas dua kelompok artikel yaitu : kajian studi malaria (2 artikel) dan aplikasi ilmu pemetaan dan pemodelan malaria (2 artikel). Dua artikel pertama merangkum sejarah dan kajian malaria di bumi pertiwi sejak tahun 1900-an sampai dengan 2011. Peta distribusi 20 vektor malaria di Indonesia, deskripsi perilaku dan kerentanan nyamuk terhadap insektisida juga diulas. Dua artikel yang terakhir fokus kepada aplikasi teknik kartografi malaria untuk menduga besaran endemisitas Plasmodium falciparum dan P. vivax beserta perkiraan jumlah populasi yang tinggal di wilayah beresiko malaria.
Publikasi ilmiahnya masih dalam bahasa inggris ya ...

BUKU FAUNA ANOPHELES

Health Advocacy bekerjasama Loka litbang P2B2 Ciamis Badan Litbang Kemenkes menerbitkan buku Fauna Anopheles yang berisi mengenai berbagai informasi mengenai nyamuk Anopheles, peranan dan faunanya sebagai vektor penyakit di beberapa berbagai tempat di Indonesia. 


Rabu, 25 Juni 2014

INSEKTISIDA : CYNOFF 50EC

Salah satu insektisida yang sering digunakan dalam fogging adalah Cynoff 50EC (Emulsiafable Concentrate) dengan bahan aktif Cypermethrin 50mg/liter golongan Sintetik Piretroid. Larut dalam air dan minyak. Dosis Aplikasi 150 - 300ml / ha  per 10 lt solar. Berikut spesifikasi teknisnya :



MODUL PENGENDALIAN DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit endemis dengan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan daerah terjangkit semakin meluas bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).Sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu strategi utama dan paling effektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upaya preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD, tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB serta penatalaksanaan kasus. Penerapan strategi tersebut memerlukan dukungan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan ketrampilan memadai melalui pelatihan di setiap jenjang administrasi.
Untuk keperluan pelatihan telah disusun modul Pelatihan Progaram yang terdiri dari 10 materi sebagai satu kesatuan pembelajaran, yaitu :
A. Materi Dasar : Kebijakan Pengendalian DBD
B. Materi Inti
    1. Epidemiologi DBD
    2. Surveilans kasus DBD
    3. Surveilans dan Pengendalian Vektor DBD
    4. Tatalaksana Kasus DBD
    5. Penyelidikan Epidemiologi, Penanggulangan Fokus, dan Penanggulangan KLB DBD
    6. Pengoperasian Alat dan Bahan Pengendalian Vektor DBD
    7. Perencanaan dan Supervisi Pengendalian DBD
    8. Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian DBD
C. Materi Penunjang
    1. Membangun Komitmen Belajar
    2. Rencana Tindak Lanjut
Modul ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku modul yang telah dicetak pada tahun 2007, dan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi pengelola program DBD di provinsi maupun kabupaten/kota dalam upaya pengendalian DBD.


Buku Pedoman Pengendalian Chikungunya

Salah satu penyakit menular yang perlu menjadi perhatian Adalah Chikungunya yang jumlah kasusnya cenderung meningkat serta Penyebarannya semakin luas dan cenderung menimbulkan KLB, namun belum Pernah dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya di Indonesia pertama kali dilaporkan Pada tahun 1973 di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan Jakarta. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 dilaporkan KLB Chikungunya dibeberapa Provinsi. KLB Sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan serta lebih sering terjadi di daerah sub urban.
Demam Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus seperti halnya vektor penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyaknya Tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian Demam Chikungunya. Oleh karena itu penanggulangan vektor penyakit Demam Chikungunya sama dengan upaya pengendalian vektor DBD yaitu PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) baik secara fisik (3M Plus), kimiawi (temephos) maupun biologis (ikan pemakan jentik, Bacillus thuringiensis).

Bakteri Pembunuh Larva (Bacillus Thuringiensis)

Pengendalian vektor khususnya larva secara biologis sekarang bisa menggunakan Bacillus thuringiensis, salah satu yang dijual dipasaran adalah Bactivec :